PHK di Intel, Akankah Nasibnya Akan Mengikuti Jejak Nokia?

Bisnis, Kerjawoow.com – Intel, raksasa teknologi yang pernah mendominasi pasar prosesor komputer, kini berada di persimpangan besar. Perubahan mendasar di industri teknologi memaksa perusahaan ini untuk mengambil keputusan strategis yang sangat penting bagi masa depannya. Pertanyaannya, apakah Intel mampu bertahan, atau akan mengikuti jejak Nokia yang dulu berjaya tetapi gagal beradaptasi?
Selama bertahun-tahun, Intel memegang kendali penuh atas desain dan manufaktur chipnya. Namun, model bisnis ini memerlukan investasi besar yang semakin sulit dipertahankan di tengah persaingan ketat. Dilema ini semakin terlihat ketika pesaing seperti AMD mengadopsi model fabless, menyerahkan produksi chip ke mitra seperti TSMC, sehingga lebih efisien dalam alokasi sumber daya.
Ketika Pat Gelsinger mengambil alih sebagai CEO Intel pada 2021, misinya adalah mengembalikan keunggulan manufaktur perusahaan. Sayangnya, ia dipaksa mundur hanya dalam tiga tahun, sebelum strategi jangka panjangnya sempat menunjukkan hasil.
Di sisi lain, Nvidia—yang dulu hanya pembuat GPU kecil—telah berkembang pesat berkat perannya dalam revolusi kecerdasan buatan (AI), dengan nilai pasar kini mencapai USD 3,4 triliun, jauh melampaui Intel yang hanya USD 104 miliar.
Akankah Nasib Intel Seperti Nokia ?
Rene Haas, CEO Arm Holdings, turut menyampaikan pandangannya. Menurut Haas, perubahan dalam industri teknologi adalah suatu keharusan. Arm sendiri telah menjadi pemain utama di pasar desain chip seluler, yang menjadi otak di hampir semua smartphone. Bahkan, Apple telah mengganti prosesor Intel di beberapa perangkatnya dengan chip berbasis Arm yang lebih efisien.
Haas juga menegaskan bahwa keberhasilan dalam industri ini membutuhkan pemahaman mendalam antara desain perangkat keras dan perangkat lunak. Rumor tentang Arm yang mungkin akan mengakuisisi divisi Intel sempat beredar, namun hingga kini belum ada konfirmasi.
Perusahaan tampaknya berada di posisi yang serupa dengan Nokia pada awal 2010-an. Saat itu, Nokia gagal mengantisipasi tren besar seperti ponsel layar sentuh dan pentingnya aplikasi pihak ketiga. Akibatnya, perusahaan Finlandia ini kehilangan dominasinya dan akhirnya dijual ke Microsoft dengan harga murah.
Meski perusahaan masih memiliki pijakan kuat di pasar komputer, kegagalan mengantisipasi tren besar seperti AI dan efisiensi desain chip telah memberikan keuntungan besar bagi para pesaing. Dengan pemutusan hubungan kerja terhadap 15% karyawannya baru-baru ini, jelas bahwa perusahaan ini menghadapi tekanan besar.
Intel harus segera memutuskan apakah akan mempertahankan model manufaktur tradisional atau beralih ke model yang lebih fleksibel seperti para pesaingnya. Keputusan ini akan menentukan apakah Intel dapat bertahan sebagai pemimpin industri atau menjadi contoh lain dari perusahaan besar yang gagal beradaptasi dengan perubahan zaman. (*)






